Profil Desa Kedungbenda
Ketahui informasi secara rinci Desa Kedungbenda mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.
Tentang Kami
Profil Desa Kedungbenda, Nusawungu, Cilacap. Mengungkap paradoks desa bernama "Kolam Harta" yang setiap tahun berjuang melawan ancaman "kolam air" dari luapan Sungai Ijo. Potret ketangguhan petani dan solidaritas warganya.
-
Paradoks Nama dan Realita
Nama "Kedungbenda" (Kolam Harta) menyiratkan kemakmuran, namun realitas geografisnya menempatkan desa ini dalam ancaman "kedung" (kolam) air dari banjir tahunan.
-
Kehidupan di Tepian Sungai Ijo
Seluruh aspek kehidupan, mulai dari pertanian yang subur hingga risiko bencana, secara fundamental ditentukan oleh dinamika Sungai Ijo.
-
Ketangguhan sebagai Aset Terbesar
Menghadapi tantangan yang berulang, aset terbesar desa ini bukanlah materi, melainkan ketangguhan dan solidaritas warganya dalam menghadapi dan bangkit dari bencana.

Di wilayah timur Kecamatan Nusawungu, Kabupaten Cilacap, terdapat sebuah desa dengan nama yang sarat akan harapan: Desa Kedungbenda. Dalam tafsir lokal, nama ini dapat diartikan sebagai "Kedung" (kolam atau sumber air yang dalam) dan "Benda" (harta atau kekayaan), menyiratkan sebuah tempat yang menjadi sumber kemakmuran. Namun bagi warganya, nama ini menjelma menjadi sebuah paradoks yang mereka hadapi setiap tahun. "Kedung" yang diharapkan menjadi kolam harta, sering kali berubah menjadi kolam air bah yang mengancam harta benda mereka. Inilah kisah Desa Kedungbenda, sebuah potret komunitas agraris yang berjuang gigih untuk mewujudkan takdir kemakmurannya di tengah kepungan Sungai Ijo.
Paradoks Sebuah Nama: Antara Harapan Kemakmuran dan Realita Bencana
Setiap nama adalah doa dan "Kedungbenda" adalah doa akan kesejahteraan. Nama ini kemungkinan besar diberikan oleh para leluhur karena melihat kesuburan tanahnya yang luar biasa, yang dialiri oleh sungai dan mampu menghasilkan panen melimpah—sebuah kolam kekayaan dari bumi. Namun, sungai yang sama yang memberikan kesuburan, yakni Sungai Ijo, juga menjadi sumber ancaman utama. Setiap musim penghujan tiba, warga Desa Kedungbenda harus bersiap menghadapi ironi dari nama desa mereka, di mana rumah dan sawah mereka berisiko menjadi "kedung" atau kolam genangan air. Perjuangan mereka sehari-hari adalah upaya untuk memastikan makna "Benda" (harta) tidak tenggelam oleh makna "Kedung" (air bah).
Profil Geografis dan Ketergantungan pada Sungai Ijo
Desa Kedungbenda merupakan desa pedalaman yang subur dengan luas wilayah, menurut data BPS, sekitar 3,36 km². Berdasarkan Sensus Penduduk 2020, desa ini dihuni oleh 3.498 jiwa. Secara geografis, desa ini terletak di dataran rendah di sepanjang bantaran Sungai Ijo, yang menjadi batas alamiah dengan Kabupaten Kebumen. Posisi inilah yang menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, aliran dan sedimen sungai menjadikan tanah di sekitarnya sangat ideal untuk pertanian padi. Di sisi lain, saat volume air dari hulu meningkat, topografinya yang rendah membuatnya menjadi daerah limpahan alami bagi luapan sungai.
Siklus Tahunan: Hidup dalam Kewaspadaan Menghadapi Luapan Sungai
Bagi warga Kedungbenda, banjir bukanlah lagi berita, melainkan bagian dari kalender tahunan. Mereka telah mengembangkan semacam kearifan lokal untuk "membaca" tanda-tanda alam. Saat hujan turun tanpa henti selama berhari-hari, saat permukaan air Sungai Ijo mulai naik, kewaspadaan kolektif pun meningkat.
Siklus ini membentuk tiga tahapan dalam kehidupan mereka:
- Tahap SiagaWarga mulai mengamankan barang-barang elektronik, surat-surat berharga, dan ternak ke tempat yang lebih tinggi. Komunikasi antarwarga menjadi intens.
- Tahap Tanggap DaruratSaat air mulai masuk ke pemukiman dan persawahan, proses evakuasi—terutama bagi kelompok rentan—dimulai. Solidaritas warga diuji dan selalu terbukti di tahap ini.
- Tahap PemulihanSetelah banjir surut, perjuangan belum berakhir. Warga bergotong royong membersihkan lumpur tebal yang menutupi lantai rumah, jalan, dan fasilitas umum, serta menghitung kerugian yang ada.
Menjaga `Benda`: Pertaruhan Ekonomi di Sektor Pertanian
"Benda" atau kekayaan utama bagi mayoritas warga Desa Kedungbenda adalah lahan pertanian mereka. Di atas petak-petak sawah inilah mereka menanam harapan. Namun, setiap musim tanam adalah sebuah pertaruhan besar. Luapan Sungai Ijo sering kali datang saat padi mulai menguning dan siap panen, menenggelamkan harapan akan keuntungan. Istilah gagal panen (puso
) menjadi momok yang sangat akrab di telinga para petani. Kerugian akibat puso tidak hanya berarti hilangnya pendapatan, tetapi juga hilangnya modal kerja yang telah dikeluarkan. Perjuangan untuk menjaga "harta" dari ancaman air ini adalah inti dari drama ekonomi di Desa Kedungbenda.
Upaya Kolektif Melawan Air Bah: Peran Pemerintah dan Solidaritas Warga
Menghadapi tantangan yang begitu besar, warga dan Pemerintah Desa Kedungbenda tidak tinggal diam. Berbagai upaya mitigasi terus dilakukan, meskipun sering kali skalanya belum sebanding dengan besarnya masalah.
- Pemerintah DesaMelalui Dana Desa, pemerintah desa memprioritaskan pembangunan infrastruktur yang bersifat protektif, seperti pembangunan dan perbaikan tanggul penahan air di titik-titik kritis, peninggian badan jalan agar tidak mudah terputus, dan normalisasi saluran-saluran air sekunder.
- Harapan pada Solusi StrukturalWarga dan pemerintah desa terus menyuarakan harapan kepada pemerintah di tingkat yang lebih tinggi untuk solusi yang lebih permanen, yaitu normalisasi Sungai Ijo secara menyeluruh. Pengerukan dan pelebaran sungai diyakini sebagai satu-satunya cara untuk mengurangi risiko banjir secara signifikan.
- Solidaritas WargaInilah aset (
benda
) yang paling berharga dan tidak bisa direndam oleh banjir. Semangat gotong royong warga Kedungbenda menjadi fondasi utama ketahanan mereka. Tanpa perintah, mereka saling membantu, berbagi sumber daya, dan saling menguatkan mental. Kekuatan komunal inilah yang membuat mereka mampu bangkit lagi dan lagi.
Membangun di Atas Kerentanan: Program Pembangunan Desa
Di luar urusan banjir, roda pembangunan desa tetap berputar. Pemerintah desa tetap menjalankan program-program untuk meningkatkan kualitas hidup warganya di berbagai bidang, seperti kesehatan melalui Posyandu, pendidikan anak usia dini (PAUD), serta pemberdayaan ekonomi melalui dukungan terhadap UMKM skala rumahan. Upaya diversifikasi ekonomi, meskipun kecil, terus didorong sebagai cara untuk mengurangi ketergantungan total pada sektor pertanian yang sangat berisiko.
Visi Masa Depan: Mewujudkan Makna `Kedungbenda` Seutuhnya
Visi utama Desa Kedungbenda adalah sederhana namun mendalam: mewujudkan makna nama mereka seutuhnya. Mereka bercita-cita untuk hidup di sebuah "kolam harta" yang sesungguhnya, di mana hasil panen mereka aman, harta benda mereka terlindungi, dan anak-anak mereka dapat merajut masa depan tanpa dihantui oleh kecemasan akan datangnya air bah. Visi ini adalah sebuah perjuangan kolektif yang menuntut solusi infrastruktur yang permanen dan keberlanjutan semangat komunitas yang telah mereka miliki.
Kekuatan yang Lahir dari Ironi
Desa Kedungbenda adalah sebuah anomali yang inspiratif. Di tengah ironi namanya, mereka tidak menyerah pada takdir geografis. Mereka justru menemukan kekuatan terbesar dari tantangan yang mereka hadapi. Desa ini mengajarkan bahwa kekayaan (benda
) yang paling hakiki bukanlah materi yang bisa hanyut, melainkan ketangguhan semangat dan solidaritas yang tak terkalahkan. Perjuangan warga Kedungwungu untuk menaklukkan "kedung" air bah demi meraih "kedung" kemakmuran adalah sebuah epik kemanusiaan yang layak didengar dan dihargai.